Jogja Memang Istimewa

Catatan kecil tentang kebajikan orang kecil dari Yogyakajarta

23 Agustus 2021 - 05:00
Jogja  Memang Istimewa

Suatu hari di sebuah warung sederhana, di Pasar Kranggan (Kulon Tugu) Yogyakajarta aku mengamati dialog orang-orang di dalamnya.

"Gratis Mbok?" si Parjo bertanya heran.

"Ya, kenapa? makan aja apa yang kamu suka."

"Wah... terimakasih Mbok...terimakasih kebaikanmu Mbok."

Si Mbok tersenyum riang ketika memperhatikan Parjo, langganannya yang biasa berhutang di warungnya, sekarang menyantap makanan dengan lahapnya. Mungkin kali ini pria itu dapat menikmati makanannya dengan tanpa beban. Keringat meleleh di keningnya.

"Jo..."

"Ya, Mbok. Ada apa..? Apa ini hanya guyonan saja Mbok?" Parjo melongo ke arah si Mbok dengan bingung dan mulut yang masih terisi nasi.

Tapi si Mbok tetap tersenyum.

"Ini catatan Bon kamu ya?", tanya si Mbok dengan tersenyum.

"Ya Mbok. Tapi aku ndak ada duit sekarang, aku belum bisa bayar."

"Ya, aku tahu. Kamu memang selalu ndak ada uang akhir-akhir ini. Ya sudah, bon kamu aku hapus.", jawab si Mbok dengan senyum.

"Hapus???", teriak Parjo dengan bengong.

"Wah, lelucon apa lagi ini Mbok. Jangan bikin aku jantungan Mbok. Gratis saja aku sudah bingung..., lah sekarang bonku malah dihapus lagi."

"Ya kamu ndak perlu jantungan, terima saja, aku senang kok", jawab si Mbok.

Hari itu ada hampir 40 orang yang datang makan di warung Mbok Mijah.

Mereka semua adalah supir angkot, tukang becak, pemulung, pedagang asongan, pengamen jalanan dan tukang minta-minta yang biasa nongkrong di sudut jalan.

Semua menikmati makanan dengan gratis, tanpa dipungut sesenpun. Bahkan sebagian dari mereka yang punya catatan hutang dinyatakan dihapus oleh si Mbok.

Kebahagiaan jelas sekali terpancar di wajah si Mbok Mijah.

Pemandangan itu aku saksikan sendiri sambil asyik menikmati es teh manis. Mereka yang datang seakan tidak mempedulikanku yang sedari tadi memperhatikan percakapan mereka. Tapi tidak ada satupun ekspresi wajah mereka yang luput dari perhatianku.

Hari itu memang aku sengaja datang ke warung si Mbok Mijah yang jadi langgananku ketika aku sekolah dulu. Si Mbok hampir tidak percaya ketika aku datang.‎

"Maksud mas?", tanya si Mbok dengan sedikit terkejut.

"Ya Mbok. Aku ingin tahu berapa jumlah penjualan Si Mbok bila seluruh makanannya habis terjual?", tanyaku tanpa mempedulikan keterkejutannya.‎

"Empat ratus ribu rupiah, Den. Tapi tidak semua siMbok terima karena sebagian dihutangin."

"Baik, berapa jumlah catatan hutang dari semua pelanggan si Mbok saat ini?", tanyaku lagi.

"Ada tujuh ratus ribu rupiah", jawabnya lagi, dengan wajah masih bingung.

"Oke Mbok. Nah ini saya beri uang Rp. 1.500.000,-.", kataku sambil memberikan uang itu kepadanya.

"Oh..., untuk apa ini Den?", sekarang benar-benar bingung dia.

"Aku hanya ingin memberikan uang ini kepada Si Mbok. Karena dalam keadaan sulit si Mbok masih bisa berbuat baik sama orang. Si Mbok masih bisa ngutangin orang yang butuh makan walau si Mbok sendiri tidak tahu kapan orang itu akan membayar."

Sambil memperhatikan wajahnya yang berseri dalam kebingungan, kupegang tangannya dan menyerahkan uang itu.

"Nah, apa yang akan si Mbok lakukan dengan uang ini?", sambungku.

"Si Mbok hanya ingin memberi kesempatan semua langganan makan gratis hari ini. Menghapus semua hutang mereka." jawabnya.

"Mengapa?", sekarang gantian aku yang bingung.

"Si Mbok orang miskin. Si Mbok pengen bersedekah tapi ndak pernah bisa. Wong hidup juga sulit begini.", Katanya.

Sungguh si Mbok Mijah ini memiliki hati yang mulia, ingin memberi tanpa pamrih, gumanku.

Ketika senja mulai beranjak malam, aku melangkah menjauhi sudut jalan itu.

Di dalam mobil aku termenung.

Selama ini banyak dari kita begitu hebatnya menggunakan retorika bahwa kita peduli dengan si miskin, peduli wong cilik.

Kita marah kepada ketidakadilan. Tapi kita tidak berbuat banyak. 

Tapi sebetulnya kehadiran Allah tetap ada dan memberikan jaminan di lingkungan masyarakat yang tidak mampu.

Dengan kesahajaan di antara mereka dan cara mereka, mereka berbagi untuk saling peduli. Itu pasti.

Negeri ini kuat karena Rahmat Allah yang meniupkan pesan cinta ke hati siapapun untuk saling berbagi. Masalahnya ada yang bisa membaca pesan itu dan ada yang tidak bisa membacanya. 

Si Mbok adalah contoh bahwa pesan cinta Allah dibacanya dengan baik, walau sedikit yang dia punya itulah yang dia bagi. Dia bahagia karena itu, tidak perlu bawa wartawan dan disorot kamera untuk pemberitaan.

Saudaraku...‎

Memang cinta selalu menyehatkan dan menentramkan walau harus dengan "memberi sesuatu" di mana pada waktu yang bersamaan diri sendiri juga sangat membutuhkannya.

"Berbagi tidak harus menunggu kaya", lakukan saja yang kita bisa.

Selamat menikmati sisa hidup ini!

Semoga semuanya berbahagia, Aamin YRA.

 
KIKANATUR.com bukan pemilik artikel ini, artikel ini didapat dari grup percakapan online. Jika Anda pemilik sah artikel ini dan keberatan ditayangkan di KIKANATUR.com, silahkan hubungi kami menggunakan formulir kontak (tujukan kepada Klaim Artikel), cantumkan URL artikel ini dan bukti yang menguatkan bahwa artikel ini milik Anda, kami akan menghapusnya dari KIKANATUR.com. Terima kasih.
Tag
848 | 0 | 9 | 0,00 / 0 | 0
Kirim ke teman Versi cetak Komentar
Penilaian Saya

Bunny CDN

Layak Disimak