Belajar Dari Asisten Rumah Tangga

Bukan apa yang dikenakan, tetapi siapa yang mengenakannya

10 Februari 2022 - 08:51
Belajar Dari Asisten Rumah Tangga

Belajar dari asisten rumah tangga, ya, kenapa tidak? Pelajaran bisa didapat dari mana saja.

Saat itu saya masih mahasiswa, antara 1975 - 1980.

Menjelang hari raya, asisten rumah tangga yu Reni kakak saya yang dipanggil mbok, pamit pulang ke kampung. Dia menitipkan perhiasan emasnya ke kakak saya.

Kakak saya menanyakan mengapa perhiasannya tidak dipakai selama lebaran di kampung? Bukankah itu akan membuat mbok bangga. 

Jawaban mbok luar biasa, dan selanjutnya saya pakai sebagai pedoman hidup saya. Dia menjawab dengan bahasa jawa, tetapi bahasa Indonesianya begini: "Kalau saya yang memakai, meskipun emas asli, akan dianggap imitasi. Sebaliknya kalau jeng yang pakai (beliau memanggil kakak saya jeng), imitasipun akan dianggap sebagai asli."

Kalimat itu terus mengiang di telinga dan semakin lama semakin terbukti kebenarannya. Bukan apa yang dipakai tetapi siapa yang memakai itu yang paling penting.

Jack Ma bahkan mengatakan: "Kalau kamu tidak punya uang, kata-kata motivasimu akan terdengar seperti kentut. Kalau kamu memiliki banyak uang, kentutmu bahkan bisa memotivasi."

Saat menjadi dokter umum di Puskesmas Kerek, saya sudah dianggap paling kaya oleh teman teman, karena pasien saya memang sangat banyak. Kalau hari Senin sekitar 100 orang, hari lain 50-an.

Suatu saat kacamata saya tertinggal di Dinas Kesehatan Tuban (saat itu masih menjadi satu dengan Rumah Sakit). Saya sendiri sudah lupa dengan kacamata itu karena itu kacamata murahan, 10 ribu dapat 3.

Ketika saya berkunjung lagi ke sana, kepala kantor pak Eko menemui saya membawa sebuah bungkusan.

Rupanya ada karyawan yang menemukan kacamata itu dan tahu itu milik saya. Pak Eko mengatakan kepada stafnya kalau milik pak Sigit pasti mahal, jadi mereka simpan dengan hati hati. Ketika saya katakan bahwa ini kacamata 10.000 dapat tiga, beliau tidak percaya dan menganggap saya bergurau.

Begitulah kehidupan saya, tidak pernah aneh aneh. Baju dan celana juga yang murah murah. Celana pendek untuk di rumah sama dengan yang dipakai sopir mertua. Ibu mertua saya yang suka sewot kalau saya memakai celana atau kaos yang sama dengan yang dipakai sopir.

Sampai menjadi spesialispun, kacamata baca masih saya beli di pinggir jalan. Semua menganggap itu mahal, kecuali orang yang ahli tentunya.

Suatu saat, ketika kontrol pasca melahirkan, pasien saya yang pemilik toko kacamata memberi saya hadiah kacamata baca. Dengan serius beliau mengatakan: "Dok, saya yang malu melihat dokter pakai kacamata 10 ribuan." Rupanya beliau tahu harga kacamata baca saya. Saya yang pakai, dia yang malu. Yang salah siapa ya? :)

Bu Wati lebih gila lagi. Sewaktu di Batu, beliau biasa saja naik angkot maupun ojek. Suatu hari naik angkot turun di depan Klinik saya. Kondektur teriak rumah sakit dokter Sigit dan mengira itu adalah isteri saya yang akan datang untuk diperiksa. Padahal dialah pemiliknya. 

Bagitulah, kami beranggapan bahwa apapun yang kami pakai akan nampak mahal, meskipun sebenarnya murah. Itulah perasaan kaya yang sesungguhnya. Tidak perlu harus mengada-adakan supaya dianggap kaya.

Karena percuma saja, bawah sadar kita akan memvibrasikan kondisi kita yang sebenarnya. 

Secara keuangan, orang kaya hidup di bawah standar kemampuannya, sehingga bertambah kaya. Sedang orang miskin hidup di atas kemampuannya sehingga bertambah miskin. 

Selamat pagi...Gbu.

 
KIKANATUR.com bukan pemilik artikel ini, artikel ini didapat dari grup percakapan online. Jika Anda pemilik sah artikel ini dan keberatan ditayangkan di KIKANATUR.com, silahkan hubungi kami menggunakan formulir kontak (tujukan kepada Klaim Artikel), cantumkan URL artikel ini dan bukti yang menguatkan bahwa artikel ini milik Anda, kami akan menghapusnya dari KIKANATUR.com. Terima kasih.

 

 

 

761 | 0 | 10 | 0,00 / 0 | 0
Kirim ke teman Versi cetak Komentar
Penilaian Saya
Artikel Sebelumnya:

Bunny CDN

Layak Disimak